Sabtu, 23 April 2011

PELAYAN RAGA

Malam belum larut, si kecil masih asik bermain dengan mobil-mobilannya. Sambil menemaninya bermain, mataku tertuju ke televisi yang tengah menyala. Tayangan dari stasiun berita asing. Liputan tentang seorang wanita yang sukses. Sebut saja namanya Susan, seorang wanita karir, dengan posisi sebagai Sales di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti. Menurut bosnya, Susan selalu menjadi Top 3 penyumbang fulus terbesar bagi perusahaannya. Tak heran, gajinya pun terus merangkak naik. Dan ketika ia ditanya berapa besar gaji yang diharapkannya? Dengan cepat Susan menjawab, as much as possible! Diapun menyebut sejumlah angka yang fantastis. Target gajinya mencapai 2 juta Dollar per tahun!
Dalam tayangan itu diperlihatkan juga apa saja kegiatan Susan di waktu senggangnya. Keluar masuk butik branded, memburu tas hasil perancang kelas dunia , tas limited edition yang harganya bisa dipastikan setinggi langit. Selesai Shopping, ia masuk ke salon mewah, merawat kecantikan lahiriahnya.
Mau tahu apa rahasia sukses Susan? Bekerja keras. Ya, dikatakan bahwa setiap harinya Susan bekerja hingga pukul 3 dini hari. Tidur menjelang pagi hari telah dijalani oleh Susan selama dua tahun.
Saat menyaksikan tayangan tersebut saya bertanya-tanya dalam hati… Ah, inikah yang disebut sukses? Apa tolok ukur sebuah kesuksesan? Apakah kita disebut sukses ,saat kita meraup uang sebanyak-banyaknya?saat kita mampu membeli barang-barang mewah dengan harga setinggi langit?
Cerita Susan memang bukan dari negeri kita, tapi tentu kita bisa mengambil pelajaran darinya. Bukankah tabiat manusia dimana-mana sama?
Yang sukses di mata kita adalah mereka yang berharta. Harta (baca: uang) menjadi tolok ukur sebuah kesuksesan. Orang kaya harta begitu kita hargai muliakan, kita hormati, tak henti kita puja puji… Padahal Allah menentukan derajat seseorang berdasarkan ketakwaannya! Padahal Fir’aun dan Qarun yang kaya raya dan sombong telah dibinasakan oleh Allah!
Saya kemudian teringat sebuah syair indah, ditulis oleh Abu Fath Al-Basti,
Wahai pelayan raga, betapa kau bersusah payah melayaninya
Hendakkah kau keruk keuntungan dari benda merugikan
Perhatikan saja jiwamu, sempurnakan keutamaannya
Kamu menjadi manusia dengan jiwamu, bukan dengan ragamu.

Ya, tepat sekali. Kita telah menjadi pelayan raga. Kita curahkan semua pikiran kita hanya untuk kesejahteraan sang raga. kita abaikan jiwa. Raga kita Bekerja siang malam, demi mengejar rupiah... Kita belanjakanrupiah kita, juga untuk kepentingan sang raga.
Ibadah sholat sehari lima kali yang sejatinya untuk menyucikan jiwa kita, tak lebih hanya sekedar ibadah ritual semata. Tanpa pernah membekas di jiwa… Mana air mata tanda takut kita kepada Allah? Mana air mata rindu pada-Nya? Mana air mata pertanda kita tunduk kepada-Nya? Apa yang membuat hati kita begitu keras? Atau jangan-jangan jiwa ini telah kita kubur hidup-hidup...
Padahal sungguh, jiwa inilah yang beriman kepada Allah. Jiwa inilah yang akan dihisab oleh Allah! Dan saat ruh kita diambil kembali oleh-Nya, seketika raga kita menjadi kaku! Kemana raga kita yang dulu begitu gagah? Kemana semua bagian dari raga yang dulu berfungsi? Yang dulu begitu kita utamakan kesejahteraannya? Lenyap seketika… Dan jiwalah yang akan menentukan apakah kita akan hidup kekal di surga, atau masuk ke dalam neraka.
Tugas utama Rasulullah Saw adalah menyucikan jiwa kita, Allah Swt berfrman:
Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, meyucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S Al-Imran [3] : 164)
Subhanallah… Maha Suci Engkau Yaa Allah... kami hamba-hamba-Mu sungguh berlumur dosa, tetapi Yaa Rahman Yaa Rahiim… Engkau utus Rasulullah sebagai karunia untuk kami, untuk menyucikan jiwa kami… Hingga kelak saat kami menghadap-Mu, hati kami telah bersih, jiwa kami telah suci… Dan Engkau buka pintu surga-Mu untuk kami, hamba-hamba-Mu yang beriman kepada-Mu.

Kamis, 21 April 2011

IBU KITA KARTINI ... Dan Tafsir Surah Al-Fatihah

Kisah ini, mungkin tidak banyak terekspos di media atau buku-buku sejarah. Namun terlepas dari keotentikan sejarah dan validitasnya, setidaknya kisah ini menggambarkan bagaimana sudut lain keinginan mulia seorang wanita yang terkungkung oleh budaya bangsanya kala itu, untuk memajukan kaumnya.

R.A. Kartini, semua tahu bagaimana kisah kehidupan beliau. Kesejenakan usianya, 25 tahun, ternyata tidak membuat sejenak pula pengaruh dan pemikirannya. Semakin menjauh, namun semakin dikenang. Sebuah ketulusan akan pemikiran, keikhlasan tanpa pamrih, kemuliaan cita-cita, yang membuat nama ibunda Kartini terus harum sepanjang masa.

Sebagai putra bangsa dan bagian dari negeri ini, aku pribadi merasa sangat bangga mempunyai ibu seagung Kartini.

Emansipasi dalam arti sebenarnya yang tidak melewati batas kodrati penciptaan, kemajuan pendidikan dalam semua sudut kehidupan untuk kaum wanita, dan hak untuk belajar bagi mereka, adalah intisari daripada pemikiran ibu kita kartini.

Dalam salah satu catatan di kumpulan surat berbahasa Belanda tulisan beliau pada Rosa Abendanon, "Door Duisternis tot Licht", beliau memberikan kritikan bahwa kenapa agama ini hanya dilafalkan dan dihafalkan saja tanpa ada kewajiban untuk dipahami? Seharusnya, bagi setiap manusia umumnya, dan muslim khususnya (mengingat beliau ada muslimah) adalah sebuah keharusan memahami agamanya dengan baik.

Terusan dari pada catatan ini, yang memang sepertinya sengaja beliau tindak lanjuti, dan kisah ini yang mungkin tidak banyak kita dengar, adalah bahwa kemudian beliau menulis sepucuk surat kepada Kyai Sholeh Darat, Semarang, dan memintanya secara khusus untuk menerjemahkan dan menafsirkan surat al-Fatihah. Surat terpenting yang dibaca 17x dalam sehari, setidaknya.

Bagaimana antusias dan kehausan beliau untuk mengerti tentang agamanya, dan pada titik yang paling krusial, sholat. Bisa kita rasakan bagaimana dengan penuh semangat beliau ingin mengerti dan memahami serta merasakan indahnya al-Fatihah. Tentu saja Kyai Sholeh Darat menjawab keinginan mulia itu dengan menuliskan terjemah Al-Fatihah serta beberapa surat yang lain. Di kisah yang lain, aku dengar bahwa kemudian Kyai Sholeh Darat, menerjemahkan al-Qur'an dalam bahasa jawa secara lengkap atas permintaan Ibunda Kartini juga ! Sebagai sebuah persembahan khusus kepada wanita mulia ini.

ketidaksanggupan beliau keluar untuk belajar karena menjalankan adat kaum ningrat, sekat budaya, tidak menghalanginya untuk belajar, untuk mencari ilmu apapun, dan itu terekam jelas dalam biografi beliau.

Catatan khusus dibalik keinginan pribadi ibu kita Kartini, sekaligus keinginan beliau untuk kaumnya di antaranya adalah bahwa pelajarilah agamamu dengan baik, sehingga kita bisa terhindar dari dosa, sebagaimana lanjutan surat beliau.

Bukan berarti kita harus mendalami secara khusus ilmu-ilmu agama, itu adalah tugas khusus bagi yang mempersiapkan diri sejak awal untuk mendalaminya. Tetapi pahami apa yang diwajibkan agamamu dan apa yang dilarang, ketahui dengan baik apa yang boleh kita kerjakan dan apa yang harus dihindari sebagaimana petunjuk agama. Dalam istilah syariat, memahami "Maa Lana wa Maa Alaina".

Teringat petuah pendek orang tuaku, bahwa kita ini tidak dituntut menjadi ahli agama, tetapi kita semua dituntut untuk menjadi agamawan. Adapun ahli agama, didalami oleh orang-orang tertentu, tidak semua orang, sebagaimana perintah dalam QS. Attaubah : 122.

Sedangkan maksud menjadi agamawan, yakni kita tahu secara umum mana yang halal, mana yang haram, mana yang wajib dilaksanakan, dan mana yang harus ditinggalkan.

Hal yang sebenarnya memang dipesankan secara tersirat oleh Ibu kita Kartini dalam catatan beliau, dan aku yakin beliau menulisnya dengan sangat sadar sekali bahwa beliau bukan dari kalangan pesantren namun tetap ingin tahu apa yang diharuskan agamanya baginya, karena agama bukan monopoli pesantren. Sebuah emansipasi dari sudut lain.

Pada akhirnya, tidak ada kata tidak bisa atau malu untuk mempelajari agama. Tekuni, perdalami, bidang kalian masing-masing, namun untuk memahami agama secara umum yang merupakan bagian dominan dalam kehidupan, bahkan naluri, adalah sebuah keharusan yang tidak bisa dihindari setiap orang. Karena agama pada dasarnya (khususnya Islam) tidak sekedar indoktrinasi dan dogma saja, tetapi memberikan kesempatan pada rasio juga untuk andil dalam penerimaannya  dengan penuh keimanan dalam jiwa.

Semoga Allah merahmati selalu Ibunda Kita Kartini, mengharumkan selalu namanya, dan kesemangatan serta impiannya terus memberikan motivasi dan inspirasi terhadap seluruh putri dan putra bangsa ini, ila an yaritsallahul Ardha wa maa alaiha ... (*)


>>> by : Awy' Ameer  Qolawun-Dua, Makkah,  tepat 132 tahun dari kelahiran R.A. Kartini.<<<
 
 

Kekuatan Pikiran

Pikiran merupakan kekuatan yang sangat besar  dalam diri kita. Berpikir melahirkan pengetahuan, pemahaman, nilai, keyakinan dan prinsip. Dengan pikiran kita bisa menjadikan dunia kita berbunga-bunga atau berduri-duri. Pikiran bahagia membuat kita gembira dan fikiran sedih membuat kita berduka.

Berpikir tidak memiliki batas waktu, jarak atau ruang. Ia bisa muncul tiba-tiba dalam kondisi apapun. Hebatnya  lagi, pikiran merupakan sumber pendorong perilaku, sikap dan hasil yang kita dapatkan. Dari pikiranlah kita bisa menjadi seseorang yang berjiwa sehat atau sakit. Plato mengatakan “sumber setiap perilaku adalah pikiran. Dengan pikiran kita bisa maju atau mundur. Dengan pikiran kita bisa bahagia atau sengsara.

Jack Canfield dan Mark Vitctor Hansen mengungkapkan sebuah data yang mencengangkan di dalam bukunya yang berjudul “alladin Factor” bahwa setiap hari manusia menghadapi lebih dari 60.000 pikiran. Pada tahun 1980, penelitian fakultas kedokteran di San Fransisco mengumumkan hasil penelitiannya bahwa lebih dari 80% pikiran manusia bersifat negative. Jika kita hitung secara sederhana, 80% dari 60.000 pikiran yang dihasilkan manusia, berarti kita memiliki potensi 48.000 pikiran negatif setiap hari! Dan itu turut mermpengaruhi perasaan, perilaku serta penyakit yang mendera jiwa dan raga. So…, hati-hati dengan kekuatan pikiran kita!
 
Kini, yang kita butuhkan adalah bagaimana kita dapat mengarahkan pikiran kita pada hal yang positif hingga yang berpotensi negatif pun bisa kita arahkan ketempat yang positif agar tidak membahayakan kondisi jiwa, kepribadian dan rasa percaya diri.

Saatnya kita mulai memilih berbagai pikiran ke arah yang positif. Selain tawakal pada Allah, kita mulai dari memahami arti pikiran dan kekuatannya. Dalam Al Quran, Allah telah membedakan antara orang yang berilmu dan yang tidak,
“Katakanlah, “Apakah sama orang orang yang mengetahui dengan orang orang yang tidak mengetahui?”
[Al Zumar:9]
“Katakan apakah sama orang yang buta dan orang yang melihat? Tidakkah mereka berfikir?”
[An’aam:50]
Jadi, mari ber 'positive thinking' terhadap segala sesuatu, karena kesuksesan datang dari pikiran jernih yang positif.

Maka mulailah.....

Tidak ada manusia yang bodoh di dunia ini,asalkan mau tekun berusahan trus berjuang untuk mengembangkan dirinya. Maka keberhasilan akan menjadi milik anda.
Terus melatih dgn semangat dan daya juang yg gigih.
maka sesungguhnya kau telah keluar menjadi pemenang dalam hidupmu.
Berhasil atau tdk berhasil tergantung dari kebesaran hatimu.
Dgn menyadari kelebihan dan kekuranganmu, kau akan memahami arti dan telenta dirimu.